Foto yang satunya, saya jepret pada posisi yang berlawanan dengan foto yang memperlihatkan teluk Ambon itu. Sedangkan foto yang satunya lagi saya jepret di kawasan A.Y.Patty. Kawasan ini dulunya merupakan pusat pertokoan di Ambon. Bahkan ada yang menyebut-nyebutnya sebagai Malioboro-nya kota Ambon. Apalagi beberapa anak muda yang kreatif dan punya bakat corat-coret di atas manila karton atau kanvas, memamerkan kebolehannya di sepanjang emperan toko yang ada. Umumnya mereka pernah ke Jakarta dan sempat nongkrong untuk "nyuri" ilmu di Pasar Baroe (sebrang Kantor Pos Besar/Gedung Kesenian Jakarta). Atau juga di sepanjang Malioboro Yogjakarta. Tidak sekadar pamer tentunya, karena niat utamanya nyari duit. Terima order/pesanan. Tapi itu sebelum konflik.
Lalu, ketika konflik ecah, sebagian kecil bangunan ruko yang ada di kawasan ini hangus terbakar. Kaca seluruh ruko, pecah. Kawasan ini seperti mati tak berpenghuni. Jangan harap ada kendaraan yang lalu lalang. Pasalnya ruas jalan AY.Patty berada persis diperbatasan dua komunitas yang berkonflik. Masuk situ berarti cari mati.
Kini, ketika Ambon mulai menata diri, beberapa ruko di kawasan ini sudah digunakan lagi untuk usaha dagang. Walau sebagian bangunan lainnya masih ditempati pengungsi, atau aparat keamanan. Jika malam tiba, jalan ini agak gelap. Hanya cahaya kendaraan yang lewat atau cahaya lampu dari beberapa ruko yang ditempati sebagai penerang jalan tersebut. Meski begitu, jika malam minggu tiba, ruas jalan ini masih berfungsi seperti masa-masa sebelum konflik, yaitu tempat mejengnya anak muda Kota Ambon. Pemisah dua ruas jalan yang ditumbuhi rumput itu, biasanya menjadi tempat muda-mudi untuk sekadar berceloteh, bercengkerama atau (mungkin juga) bertukar isi hati.

