Thursday, November 18, 2004

Lebaran di Ambon

Akhirnya saya bisa update blog lagi. Meski akses internet pada salah satu warnet di Kota Ambon ini termasuk lammmaaaanya minta ampun.

Oh ya, saya kebetulan lagi ada kegiatan di Ambon, jadi sekalian mudik untuk Lebaran.

Lebaran di Ambon, memang gak beda dengan daerah lainnya di tanah air. Bedanya, lebaran kali ini di Ambon, dilaksanakan di Lapangan Merdeka, yang berada di pusat kota. Ini dimungkinkan karena kondisi di Ambon sudah jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Lebaran di Lapangan Merdeka ini, baru diadakan lagi setelah yang terakhr 5 tahun lalu.

Bahkan malam takbirannya, diwarnai karnaval mobil hias keliling kota, yang melewati daerah mayoritas Muslim maupun Non Muslim. Memang sampai hari ini pemukiman warga masih terkesan mengikuti agama si pemeluk. Atau terkesan tersegregasi. Hanya Desa Wayame yang warganya mix (Muslim dan Non Muslim).

Yang lebih membanggakan, karena lebaran bertepaan dengan hari Minggu, saudara-saudara yang Kristiani yang biasanya ke Gereja di pagi hari untuk menjalankan ibadahnya, sepakat untuk memundurkan waktu ibadahnya. Yang biasanya ibadaha pagi antara jam 7 atau jam 8 pagi, ditunda menjadi jam 10.

Alasan penundaan itu, karena mereka ingin berpartisipasi menjaga keamanan saudara-saudara muslim ketika melaksanakan shalat Ied. Alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar.

Selamat Idul Fitri, Minal Aidin Wal Faidzin...Mohon Maaf Lahr Batin.

Friday, October 29, 2004

Ramadhan Setengah Perjalanan

Ramadhan sudah setengah perjalanan. Banyak hikmah yang coba kita raih di bulan penuh rahmat ini.

Alhamdulillah, Tiara anak saya, kali ini tidak absen. Dia juga sudah jauh mengerti makna puasa. Terutama juga karena sajian aneka ragam acara di layar teve, yang semuanya
bernuansa Islami. Banyak memberi petuah dan nasehat. Ada yang menyebut-nyebut, nuansa
musholah/masjid dihadirkan ke hadapan kita lewat layar kaca. Mulai dari sejarah perjalanan Islam di berbagai negara dan di Indonesia, sampai tradisi buka puasa di berbagai tempat.

Di rumah kami sendiri, selalu ada menu wajib: 1 jenis yang manis (seperti kolak atau pisang goring) dan 1 jenis yang berbumbu renyah (asin?) seperti lemper atau pastel. Kadang buatan Tiara dan mamanya. Kadang juga dibeli di tempat jajan buka dekat rumah. Membandingkan Ramadhan kali ini dan Ramadhan sebelumnya di rumah saya, tidak banyak perubahan berarti. Mungkin hanya tanggalan yang berubah dan usia yang bertambah.

Begitu juga dengan Ramadhan di Kompleks Taman Hiburan Rakyat (THR) Waihaong, Kota Ambon. Penghuni kompleks yang sekarang berubah fungsi sebagai tempat penampungan pengungsi ini, juga tidak merasa perubahan yang berarti dari Ramadhan ke Ramadhan yang mereka jalani di sana.

Seorang teman yang bergiatan di kompleks THR Waihaong menceritakan kisah pengungsi di kamp ini:

Para pengungsi hidup berdesakan di penampungan yang lumayan sumpek dan pengab. Apa yang dilakukan Si A pasti diketahui oleh Si B. Begitu pula sebaliknya. Sebab di sini tidak ada privasi. Maklum tidak semua yang tinggal (punya kapling) di sini punya pembatas
antar satu kelurga dengan keluarga yang lain. Sebagian memang ada yang punya ruangan berdinding tripleks, tapi tidak sedikit yang hanya berpembatas kardus.

Yang membedakan hari-hari Ramadhan dengan hari-hari mereka yang lain, hanyalah semakin maraknya kegiatan warga dalam menghidupkan bulan penuh berkah ini.
Menjelang Zuhur hingga tengah malam, Masjid Asy Syuhada yang terletak di tengah-tengah komplek terus menunjukkan aktifitas. Banyak doa yang mereka panjatkan, dari Subuh hingga Subuh lagi. Terutama mengenai nasib mereka yang belum menentu. Terkatung-katung karena ulah para koruptor. Adakah para koruptor itu bertobat di bulan ampunan ini?

Wednesday, October 13, 2004

Selamat Datang Bulan Ramadhan

Source: jroler Posted by Hello


Selamat Datang Bulan Ramadhan. Bulan Penuh Rahmat dan Ampunan.
Mudah-mudahan Kita Bisa Menjalaninya Menuju Hari yang Fitri.

Kami Sekeluarga Mengucapkan Mohon Maaf atas Perkataan dan Perbuatan yang Disengaja Maupun Tidak.

Amien.

Friday, October 08, 2004

50 Persen Pelajar SMU di Ambon Gila Narkoba

Masya Allah. Gila...Gawat. Begitu suara masyarakat Kota Ambon beberapa waktu belakangan ini. Judul di atas menghiasi sejumlah media cetak di Ambon (Ibukota Provinsi Maluku) beberapa pekan ini. Sejumlah berita yang dilansir mengutip temuan survei lapangan Pusat Studi Relawan Maluku, yang menemukan rata-rata 50% para pelajar SMU di Ambon "gila narkoba". Bahayanya, menurut tim tersebut, trend ini menunjukkan angka peningkatan.

Sayangnya, peningkatan kasus narkoba itu, tidak dibarengi dengan proses penanganan secepatnya. Bahayanya lagi, aparat kepolisian di Maluku, mengaku kesulitan membongkar sindikat narkoba ini.

Bisa jadi aparat kepolisian setempat mengaku kesulitan, pasalnya --masih menurut hasil survei tersebut-- penggunaan narkoba tadi turut melibatkan aparat kepolisian baik organik (berasal dari polisi yang bermarkas di Maluku) atau bawah kendali operasi/BKO (polisi dari pasukan/batalyon di luar Maluku yang ditugaskan di Maluku). Hal menarik lainnya, perilaku seks bebas menjadi "nge-trend" dalam kehidupan para pelajar di sana. Tidak mengherankan, kini sudah ditemukan 8 kasus HIV dan 5 kasus AIDs.

Konflik yang sempat meluluh-lantakkan negeri ini, tidak saja memakan korban jiwa tapi mengorbankan masa depan anak-anak muda di kota "manise" itu.

Tuesday, October 05, 2004

Puisi dari Jusuf Kalla

Susilo Bambang Yudhoyono dan M. Jusuf Kalla akhirnya ditetakan KPU sebagai Presiden RI terpilih untuk periode 2004-2009.

Di Maluku, pada Pilpres Putaran II lalu, SBY - MJK kalah dari pasangan Mega - Hasyim. "Itu bukan berarti masyarakat di Maluku tidak cinta pada SBY - MJK. Buktinya, yang mendukung juga banyak. Buktinya mereka hanya kalah tipis. Buktinya, MJK sudah menjadi warga kehormatan Kota Ambon, yang disahkan dengan pemberian KTP seumur hidup, pada peringatan HUT kota ini tahun lalu. Yah, kalau soal kalah tipis, itu mungkin karena politisi top atau kawakan di daerah ini sebagian besar dari kubu Mega-Hasyim," tangkis seorang rekan di Ambon, panjang lebar, ketika saya tanya soal kekalahan tipis SBY-MJK itu.

Sang rekan tadi lalu berharap, dalam memilih orang-orang yang duduk di kabinet mendatang, SBY-MJK tidak lupa dengan Maluku. Artinya melibatkan, atau tepatnya, memilih salah seorang putera terbaik dari Maluku sebagai salah seorang menteri di kabinet mendatang.

Kriterianya calonnya, menurut rekan tadi lagi, SBY-MJK pasti tau betul. Karena mereka pernah terlibat secara intens mengurusi masalah Maluku, sebagai Menkopolsoskam (SBY) dan Menkokesra (MJK), yang juga melahirkan Perjanjian Damai untuk Maluku di Malino.

Menurut keyakinan rekan di Ambon tadi, MJK asti tidak akan lupa memasukkan nama putra terbaik Maluku dalam kabinet mendatang. Ini terbukti dari kecintaan MJK terhadap daerah ini.

"Mau bukti?" tantang rekan tadi. "Ini sebuah puisi yang dibuat MJK di atas pesawat Fokker 29 Athirah miliknya, dalam perjalanan Jakarta - Ambon 7 September 2004, tepat saat Kota Ambon berulang tahun ke-429.

Ambonku, Ambon Kita Semua

400 tahun lalu dunia mencarimu
Dunia ingin hidup nyaman darimu
Karena engkau adalah sumber keharuman
Pala, fuli dan cengkih dambaan mereka
Karena itu dari jauh mereka datang padamu

5 tahun lalu engkau terkoyang
Bangsa ini sangat tersayat
Dan dunia ikut tersentak
Karena deritamu derita bangsa juga
Kesulitanmu kesulitan kita semua
Ale rasa beta rasa

Hari ini engkau bangun dengan senyum simpul
Bangsa juga turut tersenyum
Kita semua lega dan berbesar hati
Kalau engkau senang kami bahagia
Ale senang beta senang

Waktunya membangun negeri ini
Dengan semangat Pattimura yang perkasa itu
Lupakan segala pedang dan batu itu
Berikan kembali pena dan buku kepada Nyong Ambon

Petik kembali cengkeh dan pancing kembali ikan
Tabu kembali tifa dan petik kembali gitar itu
Nyanyikan kembali ole sio sambil bertari lenso

Dengan senyum bunyi tifa, gitar dan nyanyianmu
Dunia akan lega, bangsa akan bangga
Karena sumber keharuman dan kehidupan
Akan bangkit kembali dari ufuk timur

Ambonku, Ambon kita semua!

(M. Jusuf Kalla, 7 September 2004)

Thursday, September 30, 2004

Kepada Seorang Kawan

Seorang kawan yang sudah hampir tujuh tahun meninggalkan Ambon, kemarin sore mengirim email begitu melihat foto Kota Ambon yang saya pasang di blog ini. Dia rupanya ingin lihat sudut lain Kota Ambon. Untuk memuaskan rasa kangennya, ini saya upload dua foto yang sempat saya jepret di sana beberapa waktu lalu.

Foto yang satunya, saya jepret pada posisi yang berlawanan dengan foto yang memperlihatkan teluk Ambon itu. Sedangkan foto yang satunya lagi saya jepret di kawasan A.Y.Patty. Kawasan ini dulunya merupakan pusat pertokoan di Ambon. Bahkan ada yang menyebut-nyebutnya sebagai Malioboro-nya kota Ambon. Apalagi beberapa anak muda yang kreatif dan punya bakat corat-coret di atas manila karton atau kanvas, memamerkan kebolehannya di sepanjang emperan toko yang ada. Umumnya mereka pernah ke Jakarta dan sempat nongkrong untuk "nyuri" ilmu di Pasar Baroe (sebrang Kantor Pos Besar/Gedung Kesenian Jakarta). Atau juga di sepanjang Malioboro Yogjakarta. Tidak sekadar pamer tentunya, karena niat utamanya nyari duit. Terima order/pesanan. Tapi itu sebelum konflik.

Lalu, ketika konflik ecah, sebagian kecil bangunan ruko yang ada di kawasan ini hangus terbakar. Kaca seluruh ruko, pecah. Kawasan ini seperti mati tak berpenghuni. Jangan harap ada kendaraan yang lalu lalang. Pasalnya ruas jalan AY.Patty berada persis diperbatasan dua komunitas yang berkonflik. Masuk situ berarti cari mati.

Kini, ketika Ambon mulai menata diri, beberapa ruko di kawasan ini sudah digunakan lagi untuk usaha dagang. Walau sebagian bangunan lainnya masih ditempati pengungsi, atau aparat keamanan. Jika malam tiba, jalan ini agak gelap. Hanya cahaya kendaraan yang lewat atau cahaya lampu dari beberapa ruko yang ditempati sebagai penerang jalan tersebut. Meski begitu, jika malam minggu tiba, ruas jalan ini masih berfungsi seperti masa-masa sebelum konflik, yaitu tempat mejengnya anak muda Kota Ambon. Pemisah dua ruas jalan yang ditumbuhi rumput itu, biasanya menjadi tempat muda-mudi untuk sekadar berceloteh, bercengkerama atau (mungkin juga) bertukar isi hati.
Posted by Hello

Sudut Lain Kota Ambon Posted by Hello

Monday, September 27, 2004

Ambon

Ini foto Kota Ambon yang saya jepret dari kawasan Gunung Nona (tempat Stasiun TVRI Ambon berada). Di bagian atas ada bagian air yang membentuk garis horisontal, itu yang disebut Teluk Ambon bagian dalam. Sedangkan bagian putih lebar di samping kiri itu yang di sebut Teluk Ambon bagian luar.
Posted by Hello

Main Pasir Yuuukkk

Tiara and the gank, lagi asyik main pasir di pantai Natsepa, ketika September tahun lalu kami ke Ambon. Wah...sudah lama juga yah. Posted by Hello

Natsepa

Pantai Natsepa, salah satu tempat rekreasi favorit di Ambon. Posted by Hello

Ciluk Baaa...

Lagi coba upload foto dengan hallo. Ini foto anak saya Tiara (yang gede) dan sepupunya Aan. Posted by Hello

Medan Punya Kerja, Ambon Dapat Nama

Ketika saya balik dari Ambon beberapa bulan lalu, seorang teman sambil kelakar bertanya, "Bawa oleh-oleh Bika Ambon nggak Mas?"

Jelas aja aku nggak bawa. Pasalnya Bika Ambon itu oleh-oleh khas dari Medan. Katakanlah, yang punya kerja (yang capek) Medan, yang dapat nama Ambon. Saya aja sampe sekarang belum jelas hostory-nya, penganan khas Medan itu diberi embel-embel Ambon.

Memang, penganan itu dibuat juga di Ambon, meski nggak sama persis. Agak mirip lah (bilang aja satu species, gitu). Orang di Ambon menyebutnya dengan nama Babengka. Begitu juga nasibnya Pisang Ambon, yang di Ambon justru dikenal dengan nama Pisang Meja.

Lalu apa oleh-oleh khas Ambon?
Bagi yang pernah berurusan dengan orang Ambon (maksudnya bertetangga, berteman, berpacaran, atau berbesan...hehehe) pasti mengenal minyak kayu putih. Buru, tempat sastrawan Pramudya Ananta Toer melahirkan sejumlah karyanya, adalah salah satu tempat yang produktif memproduksi minyak kayu putih ini. Bagi yang sudah mencoba, pasti tau khasiatnya.

Nah kalo oleh-oleh yang berurusan dengan perut, apa dong?
Ok, kalo yang berurusan dengan perut dan khas Ambon, umumnya berbahan dasar sagu. Sagu yang dimaksud di sini yaitu sagu berbentuk lempengan, yang kemudian dihaluskan dengan proses ditumbuk. Penganan yang paling populer dari sagu ini namanya Bagea dan Sagu Tumbu.

Bagea bentuknya bulat kayak bola pingpong. Ada yang agak keras (maksudnya garing kali ya), trus ada yang agak lunak. Umumnya yang agak keras itu bikinan nenek-nenek di kampung, dengan pengetahuan atau cara pengolahan yang masih tradisional. Tapi justru jarang dimakan nenek atau kakek. Abisnya, bisa tambah ompong itu gigi. Sedangkan yang agak lunak, biasanya bikinan home industry yang dimaksudkan untuk konsumsi pasar. Ada juga yang menambahkan gula secukupnya dan kenari ke dalam adonannya, sehingga memberi rasa manis dan gurih.

Lalu, Sagu Tumbu, bentuknya bulat lonjong. Bahan dasarnya juga sagu, yang ditambahkan bubuk kayu manis (kau manis yang ditumbuk sampai halus), gula merah, dan kenari. Ehmmm...pokoknya enak deh. Mungkin karena adonannya diolah dalam lesung, dengan proses semua bahan dicampurkan lalu ditumbuk, maka diberi nama Sagu Tumbu (=tumbuk).

Kapan-kapan saya jepret biar bisa lihat wujudnya, ya? Sekarang mungkin bisa dibayangkan aja dulu.

Sunday, September 26, 2004

Sepotong Puisi

Bagi banyak orang hari Minggu adalah hari untuk istirahat. Saya juga selalu memanfaatkannya untuk beristirahat dengan Ivon (istri) dan Tiara (anak semata wayang saya). Entah sekadar nonton tayangan teve, mutar DVD, atau yang agak mengeluarkan tenaga seperti berenang bareng di Pasar Festival di daerah Kuningan, Jalan H.R. Rasuna Said. Tapi kegiatan renang ini terpaksa terlewatkan dari jadwal hari Minggu kami. Bukannya bosan, ini lantaran anak saya masih agak ngeri datang ke daerah yang beberapa waktu lalu diluluh-lantakkan oleh bom kerjaan orang-orang tak berperi-kemanusiaan itu. Jadinya kami istirahat di rumah saja.

Ivon mengisi hari Minggu ini dengan membaca "Sheila" sebuah buku tulisan Torey Haiden yang banyak diulas media massa beberapa pekan kemarin. Sedangkan Tiara menyelesaikan sejumlah PR-nya. Hari Jumat dan Sabtu kemarin dia nggak masuk lantaran diserang flu. Tadi pagi badannya mulai agak enakan, jadi sejak siang tadi PR-nya mulai dikerjakan.

Saya sendiri membenahi kembali arsip-arsip di gudang. Tumpukan koran hasil sortiran saya ikat dengan tali rafia, untuk selanjutnya dilego ke tukang koran bekas. Begitu juga dengan nasib leaflet/brosur promosi harga produk dari supermarket langganan kami. Beberapa printout-an email yang termasuk penting, saya benahi lagi sesuai urutan kronologis waktunya.

Ketika sedang asyik membenahi print-outan email itu, saya berhenti sejenak membaca sebuah puisi dari sahabat saya Rudi Fofid. Dia berasal dari Kei (Maluku Tenggara), sebuah wilayah jauh di selatan Pulau Ambon.

Saya dan Rudi bersahabat akrab ketika saya sering memasukkan karya saya di Harian Suara Maluku Ambon. Perkenalan kami terjadi sekitar tahun 1994. Ketika itu Rudi adalah salah satu redaktur di harian terkemuka di Maluku ini. Dan saya ketika itu, mahasiswa di Fakultas Perikanan Universitas Pattimura Ambon.

Catatan Pinggir untuk Anakku
Andai kau minta bumi
Maka ini bumi
Milikmu

Andai kau minta langit
Maka menengadahlah
Kepunyaanmu jua

Andai kau minta matahari
Maka bangunlah pagi-pagi
Dia tak pernah berdusta

Tapi kalau kau minta kenang-kenangan
Maka aku akan bilang tunggu dulu

Sungguh mati kalau kau minta kenang-kenangan
Maka aku akan bilang sungguh-sungguh tunggu dulu

Anakku, kau boleh ambil jiwaku supaya nyawamu dua
Anakku, boleh kau ambil tulangku, darahku, sumsumku
Semua!

Tapi kalau kau minta kenang-kenangan
Maka aku akan bilang tunggu dulu
Sungguh mati kalau kau minta kenang-kenangan
Maka aku akan bilang sungguh-sungguh tunggu dulu

Sebab dalam kenang-kenangan ada yang begitu luka parah
Berdarah
Maut
Laknat
Dendam
Benci
Mayat
Hantu
Puing
Bara
Mesiu
Pekik
Maki
Sakit Hati
Merana
Nelangsa
Pahit

Ambon, anakku!
Takan keberikan Ambon
Takan kubagi kenangan tentang anisnya bercinta di sana
Apalagi berlari di bawa asap
Takan, anakku!

(Rudi Fofid: Tomohon, Desember 2000)

Puisi itu dibuat Rudi ketika dia, istri dan anaknya yang baru berumur beberapa bulan, terpaksa mengungsi ke Manado. Mengungsi di tengah bunyi bom, asap mesiu dan bunyi renteten tembakan. Pengalaman yang juga saya rasakan. Sekarang anaknya sudah dua (anak keduanya lahir di Manado) dan mereka sudah kembali ke Ambon. Saya sendiri masih di sini, di Jakarta, dan masih punya satu anak.

Friday, September 24, 2004

Thanks Atas Komentarnya

Hari ini hati saya senang tak terkira. Bukan apa-apa, itu karena sudah ada rekan yang kebetulan blogwalking dan sudi menorehkan komentar di blog saya. Apalagi mengingat blog ini baru lahir beberapa hari kemarin. Nama rekan yang sudi mampir untuk sekadar say hallo itu Linda. Saya juga menyempatkan diri mampir di blognya yang indah. Thanks ya.

Thursday, September 23, 2004

Masih Terus Belajar

Berapa hari ini saya terus belajar dan mencari berbagai informasi tentang dunia Blog. Dari beberapa informasi yang saya dapatkan terutama dari Enda ternyata saya betul-betul kuper. Pasalnya dari artikel yang dibuat Enda saya rupanya cukup jauh tertinggal di informasi weblog atau dalam komunitas Blogger Indonesia. Meski agak berkecil hati, saya ingat kata orang bijak, tidak ada kata terlambat untuk belajar. Bukan begitu teman-teman? Ok. Saya mohon masukan dan tambahan pengathuan dari teman-teman yang sempat lewat atau Blogwalking di blog saya ini. Salam hangat.

Wednesday, September 22, 2004

Tuesday, September 21, 2004

Sekadar Mengenang Ambon

Saat pulang sekolah siang tadi, anak saya yang sekarang duduk di kelas 6 SD, membangkitkan kenangan tentang Kota Ambon. Dia minta dikisahkan ulang, masa-masa ketika dia dibesarkan di kota yang di beberapa sudutnya masih tersisa puing-puing. Kota tempat kami (saya, dia dan ibunya) mengungsi ke beberapa tempat, sebelumnya akhirnya berlayar meninggalkan Ambon.

Lalu seorang teman kuliah di Ambon dulu, menelpon dan menanyakan kabar. Sekadar say hallo setelah lama tak bersua. Dia juga membawa kabar tentang adik angkatan kami yang baru balik dari Ambon, dan mengisahkan perjalanannya di negeri rempah-rempah itu dalam Finding Hani. Terus terang, aku agak gatek dan baru pertama mengunjungi dunia blog. Tapi kunjungan singkat saya ke blog Finding Hani dan permintaan anak saya untuk mengisahkan lagi saat-saat konflik melanda Kota Ambon, memberi saya inspirasi menghadirkan blog ini.

Tapi selanjutnya apa yang mau saya bikin atau tulis? Itu masih saya cari di lembar-lembar memori saya tentang Kota Ambon, atau hari-hari kami di kota tersebut. Atau mungkin di antara teman-teman ada yang mau memberi inspirasi?